-
Merdeka Belajar dari Sudut Pandang Islam
Oleh : Dafril, Tuanku Bandaro, M.Pd.I
Guru MTsN 1 Kota Padang & Alumni PPMTI Batang Kabung
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tehnologi ( Nadiem Makarim) meluncurkan Kurikulum baru yang bernama Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini adalah pengganti nama dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Prototipe.
Karakteristik utama dari Kurikulum Merdeka yang mendukung pemulihan pembelajaran adalah:
Pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skill dan karakter sesuai profil pelajar pancasila.
Fokus pada materi esensial yaitu literasi dan numerasi
Fleksibitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.
Merdeka belajar bertujuan untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan bisa berpacu di era digitalisasi .
Saat ini Kurikulum Merdeka Belajar telah memasuki masa sosialisasi dan sudah ada Sekolah/Madrasah sebagai penggerak yang menyatakan kesiapannya untuk menerapkan Kurikulum Merdeka untuk Tahun Pelajaran 2021/2022 sekaligus sebagai pilot project.
Merdeka dilihat dari makna bahasa, sebagaimana diterangkan dalam KBBI berarti bebas dari penghambaan, penjajahan dan sebagainya. Jadi, merdeka belajar bukan bermakna manusia terbebas dari kewajiban untuk belajar. Akan tetapi terbebas dari tekanan atau intervensi pihak luar dalam belajar. Bebas dari penjajahan sifat malas belajar. Terhindar dari perasaan puas dengan ilmu yang dimiliki. Jadi, kemerdekaaan dalam belajar tatkala tidak ada lagi intervensi eksternal yang menjadikan siswa terpaksa belajar. Faktor ekternal tersebut bisa berupa tes/ujian/ataupun ancaman orang tua dan lainnya.
Mewujudkan kemerdekaan belajar dapat ditempuh dengan memahamkan akan hubungan manusia dengan Tuhanya -al Khaliq-. Dimana Allah SWT menghendaki manusia untuk belajar –menuntut ilmu- sebagaimana QS Al Alaq, 1-5 dan QS al Mujadillah: 11. Sehingga belajar adalah kewajiban sekaligus kebutuhan manusia. Pemahaman demikian inilah yang mendorong seseorang untuk belajar atas kesadarannya sendiri. Sehingga tidak ada keterpaksaan sekolah, tidak alergi juga tidak takut dengan ujian/ulangan/tes.
Karena ujian/ulangan merupakan bagian integral dari belajar itu sendiri. Dan merupakan perkara alamiah yang dilakukan guru/lembaga/negara dalam mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Dengan demikian, merdeka belajar akan tercapai ketika seseorang belajar karena dorongan qimah ruhiyah –meraih ridha Allah SWT-. Dan memandang belajar/sekolah/menuntut ilmu bagian dari ibadah kepada Sang Pemilik ilmu –Allah SWT-. Merdeka belajar tidak terkait dengan adanya ulangan/ujian/tes yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan ataupun negara. Akan tetapi merdeka belajar terkait dengan daya dorong seseorang untuk belajar.
Merdeka belajar memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada guru dan siswa namun tetap dalam rel dan garis yang ada. Merdeka Belajar bukan berarti kebebasan yang berada diluar kendali, bukan berarti bebas waktu belajar, tidak juga bebas berpakaian, tidak per individu, dan bebas tanpa kontrol. Akan tetapi Merdeka Belajar bagaimana guru dan siswa memiliki pilihan, punya kreasi, ada hak memilih, dan adanya akselarasi dan relevansi yang mampu mengiringi pengaruh era globalisasi dan digitalisasi.
(Ditulis dalam rangka Milad ke-45 tahun)