Berita

-

Kamis, 24 November 2022 Operator 336

Guru Antara Harapan dan Tantangan di Era Digital

Oleh : Dafril, Tuanku Bandaro, M.Pd.I

Guru MTsN 1 Kota Padang dan Alumni PPMTI Batang Kabung


Krisis multidimensional yang dihadapi dunia ini semakin pelik manakala arus globalisasi kontemporer telah menjalar ke berbagai lini kehidupan. Dunia mengalami fenomena globalisasi yang cepat penetrasinya dan luas cakupannya.

Revolusi di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi membawa distansiasi ruang waktu sekaligus pemadatan ruang waktu yang merobohkan batas-batas ruang dan waktu konvesional.Fenomena ini telah merestrukturisasi pola dan cara pandang kehidupan manusia yang memunculkan efek mendua. 


Efek inilah yang dikenal dengan istilah global paradox: positif dan negatif, peluang dan hambatan.

Saat ini proses pembelajaran tidak hanya berkutat di dalam kelas, tetapi juga menggunakan media digital, online, dan telekonferensi. Namun, pendidikan juga harus waspada agar mampu membendung efek negatif dari perkembangan iptek.Menyikapi hal tersebut, guru sebagai aktor utama pendidikan tidak boleh tutup mata. Guru hari ini harus lebih pintar dan cerdas dibandingkan murid-murdinya dalam menyikapi perkembangan teknologi yang semakin melesat.Jangan sampai seorang guru memiliki penyakit TBC (tidak bisa computer), mengingat anak didik lebih akrab dengan dunia teknologi dan komunikasi.


Keterbelakangan guru dalam dunia iptek akan menjadi bumerang yang akan memengaruhi profesionalitas keguruannya.

Sederhananya, banyak anak didik kita saat ini lebih cerdas dalam dunia teknologi daripada gurunya. Kesenjangan semacam ini tidak bisa dibiarkan begitu saja agar tidak berakibat fatal dalam proses pendidikan.Guru sejak zaman Orde Baru sampai sekarang bukan lagi seperti yang dilukiskan oleh Earl V Pullias dan James D Young dalam bukunya A Teacher is Many Things, yaitu sebagai sosok makhluk serbabisa sekaligus memiliki kewibawaan yang tinggi di hadapan murid-muridnya ataupun masyarakat.


Tapi, sosok guru yang sekarang ini lebih tepat sebagai sosok mimikri, yang harus pandai-pandai menyesuaikan diri di mana dan dalam situasi apa mereka berada. Hal itu sebagai akibat dari situasi ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang ada sangat dominan.

Munculnya media komunikasi yang tidak hanya berbasis pesan (audio) menjadi candu bagi anak-anak muda sekarang. Terlebih lagi sebuah aplikasi komunikasi yang dilengkapi dengan media audio visual.Tak sedikit dari anak didik bangsa ini memperlihatkan gambar (amoral), yang menurut mereka merupakan sesuatu yang trendi. 


Ironisnya, guru tidak mengetahui apa yang dilakukan anak didiknya karena tidak memiliki aplikasi serupa.

Ini adalah sebuah problema yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Lewat salah satu aplikasi yang paling digandrungi, anak remaja hari ini berlomba-lomba mempertontonkan foto-foto mereka yang paling bergengsi.Sebuah aplikasi komunikasi tanpa batas akan membawa anak pada dunia yang lebih bebas dan liar. Di sana, mereka akan berteman dengan para tokoh idolanya semisal artis Korea, artis Hollywood, dan lain-lain. Bahkan, mereka menjadikannya sebagai kiblat dalam tindak-tanduknya.


Ini semua akan menjadi tantangan terbesar bagi para guru. Canggihnya teknologi akan menyebabkan komunikasi antarpeserta didik dapat terjalin dengan rahasia.Ketika obrolan dunia maya antaranak didik tanpa ada campur orang tua dan guru, maka sangat riskan mereka akan bertindak sesuai dengan nafsu jiwa muda. Nafsu jiwa muda cenderung tanpa pertimbangan akal yang tentunya bisa mengakibatkan dampak negatif bagi diri mereka.

Kualitas guru yang hampa akan teknologi tidak akan mampu menanamkan “daya kritis” kepada murid untuk menjadi manusia revolusioner. Sehingga mereka terhambat untuk menggali potensi dirinya.Guru yang gaptek (gagap teknologi) akan menurunkan derajat kredibilitasnya di hadapan para muridnya sehingga murid cenderung bersikap underestimate, seolah-olah guru adalah orang dungu di tengah dunia metropolitan.


Ini fenomena yang sering ada dan terjadi di sekeliling kita. Guru boleh produk tahun 90-an, tapi kapasitas keilmuannya tidak boleh kalah dengan persaingan zaman.

Di mana pun dan kapan pun seorang guru harus lebih pintar daripada muridnya, tidak hanya dalam konteks pedagogik akan tetapi juga harus update dalam segala bidang. Guru tempat berpijak murid, jika guru tidak ada ghirah untuk meningkatkan potensi dirinya, sudah pasti guru akan kalah dari tingkat keilmuan muridnya, mengingat sumber belajar saat ini sudah betebaran di dunia maya setiap detiknya.

Menyikapi hal tersebut, guru tidak boleh gagap teknologi (gaptek) dan harus selalu berupaya memotivasi dirinya dalam dunia teknologi. Guru tidak boleh malas mengakses informasi dan teknologi jika tidak mau tertinggal.Mereka perlu belajar serius agar mampu mengoperasikan perangkat teknologi informasi di hadapan para muridnya. 


Guru profesional akan lebih mudah memahami kebutuhan siswa di tengah semakin kompletnya ketersediaan sarana dan prasarana.

Ketika siswa memiliki akun di media sosial, tak ada salahnya guru juga memilikinya, bahkan disarankan untuk saling berteman. Selain sebagai wadah untuk belajar, media komunikasi, dan penyebaran informasi, keberadaan guru juga sebagai pengawas aktivitas anak didik ketika 

Ditulis dalam rangka hari guru ke-77