-
Muhasabah Untuk Membentuk Karakter Diri
Oleh : Dafril, Tuanku bandaro, M.Pd.I
Guru MTsN 1 Kota Padang dan Alumni PPMTI Batang Kabung
Sayidina ‘Umar
ibnu Khatab, ra. pernah menyatakan: “Hasibu anfusakum qobla an
tuhasabu.” Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, ini adalah
dialektika seorang mukmin yang ingin meningkatkan kualitas hidup dengan
mengintrospeksi diri.
Sesungguhnya
yang dimaksud dengan muhasabah menurut
salah seorang ulama sufi, Abdillah al-Muhasibi, bahwa setiap Jiwa
dihisab dengan akal, dan datangnya hisab itu berasal dari rasa takut akan
kekurangan, ketakutan atas sesuatu yang akan merugikan, serta adanya
keinginan untuk mendapatkan keuntungan.
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Hasyr (59): 18)
Ujian, musibah dan cobaan, atau apapun
istilahnya, sesungguhnya harus disikapi dengan sikap terbaik, karena sebagai
orang yang beriman kita harus yakin bahwa segala macam yang terjadi pada diri
adalah tanda-tanda bahwa Allah menyayangi makhluk yang meyakini- Nya. Makin
tinggi keimanan seseorang, maka makin tinggi pula ujian yang diberikan Allah
kepadanya.“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS Al
Ankabut (29):2)
Sesungguhnya
kewajiban bagi orang yang beriman untuk menyikapi segala bentuk takdir Allah,
maka ketika diberikan kenikmatan sekecil apapun pasti akan bersyukur, dan
manakala diuji dengan seberat apapun ujian pasti akan disikapi dengan sabar.
Syukur dan sabar adalah sikap terbaik yang tidak dapat dipisahkan dari orang
yang beriman. Sikap tersebut tidak akan pernah muncul jika dalam diri ini tidak
berusaha untuk ber”muhasabah”, satu sikap
mengintrospeksi diri atas segala kejadian yang telah menimpa, dan sikap untuk
memperbaiki kualitas diri agar mampu lebih survive pada
masa yang akan datang.
Muhasabah sendiri kelak akan mewariskan kualitas
berpikir, kecerdasan, dan mendidik diri untuk bersikap terbaik, bersukur atas
segala kenikmatan yang telah Allah anugerahkan dan bersabar atas segala ujian
yang Allah timpakan.
Ketika
menyikapi berbagai macam ujian yang menimpa negeri ini, maka orang yang telah
mampu bermuhasabah akan senantiasa teringat peringatan
Allah: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Al-A’raf (7): 56-58).
Ternyata tanpa
disadari manusia-lah yang telah menjadi salah satu penyebab kerusakan yang
terjadi di muka bumi. Kekurang pekaan kita lah yang menyebabkan bertubi-tubinya
ujian ini terjadi. Pada saat diri lambat untuk muhasabah, hal tersebut dikarenakan hati yang
didominasi oleh kekuatan hawa nafsu dan syahwat yang kemudian menguasai akal
agar tidak mau membuka diri menjadi pribadi yang beruntuk di hadapan
Allah.
Oleh karena
itu Muhasabah merupakan kesadaran akal untuk menjaga
diri dari pengingkaran nafsu melalui proses pencarian kelebihan dan kekurangan
diri. Muhasabah akan menjadi lampu di hati
setiap orang yang melaksanakannya. Lampu tersebut akan menerangi setiap langkah
ke depan, dan akan menjadi petunjuk arah ke jalan yang diridloi-Nya.
Sesungguhnya hidup di dunia ini hanyalah
sementara, sekedar mampir, dan sekedar persinggahan belaka, akhirat yang
terbentang luas dihadapan kita adalah tempat sebenarnya, tempat berlabuhnya
kapal kehidupan yang hakiki, maka alangkah sayangnya bila kita tak memiliki
bekal yang cukup untuk berlabuh di pelabuhan akhirat itu, alangkah
ruginya kita bila dunia, tempat yang hanya sementara ini, dijadikan tempat
bersenang-senang belaka. Akhirat yang ada di hadapan kita kelak akan menuntut
pertanggung jawaban kita, tentang usia dipergunakan untuk apa saja usia kita
itu? Tentang anak, telah diajarkan kebaikan apa saja anak kita? Tentang harta,
didapat dari manakah harta itu? Tentang jabatan, diperoleh dengan cara apakah
jabatan itu? Tentang keluarga, telah dibimbing kemanakah keluarga kita?
Permasalahan itulah yang terbentang di hadapan
kita. Namun bagi orang yang beriman, yang di dalam dirinya tertanam suatu niat
untuk senantiasa melakukan perbaikan diri menuju kebaikan, yang setiap harinya
selalu bertambah, bertambah, dan bertambah nilai kebaikannya, maka dunia ini
dijadikannya sebagai ladang yang luas dan subur untuk ditanami segala macam
kebaikan dan amal shalih, sehingga tanaman yang disiram dengan ikhlash dipagari
dengan syukur dan sabar akan menuai panen pahala di akhirat kelak
Bagaimana mungkin kita menyuruh istri kita
untuk taat kepada kita, sementara kita tak pernah memberi teladan yang baik
selaku suaminya ? Dan bagaimana mungkin masyarakat menghormati kita, bawahan
menuruti kita, atasan sayang kepada kita, jika kita tak pernah memberi contoh
yang baik dalam segala perilaku kita.
Maka dengan berkurangnya umur ini hendaknya
menjadi momentum berharga, sebagai titik awal kebangkitan kita menjadi orang
yang paling depan dalam hal keteladanan, menjadi pelopor dalam segala bentuk
kebaikan, menjadi perintis dalam segala hal perbaikan, menjadi sumber solusi,
pemecah masalah, dalam segala bentuk persolanan, menjadi pemersatu disaat
terjadi perpecahanan, menjadi ayah yang senantiasa membimbing sholat
anaknya, mengajar anaknya mengaji, menuntun istrinya menjadi sholehah, menjadi
sumber kebahagiaan keluarga, menjadi bawahan yang disayangi semua teman dan
atasan, menjadi atasan yang diteladani sikap, tindak dan perbuatannya.
Hidup memang seperti impian, namun bila
di’itikadkan dalam hati, dan diamalkan dalam bentuk perbuatan, akan terciptalah
suatu karya nyata yang luar biasa; yakni amal shalih yang akan kita
nikmati manisnya di akhirat kelak.
Rasa syukur kita panjatkan, Allah masih
memberi kesempatan kepada kita untuk meniti lembaran baru di tahun
ini. Hakikatnya tentu Allah Maha Mengetahui maksud Nya, namun yang jelas ini
adalah kesempatan kita untuk memeperbaiki kesalahan tahun lalu, dan merubahnya
menjadi lebih baik di tahun sekarang ini.
Semoga dihari pertama ditahun berkurangnya
menjadi momentum untuk muhasabatun nafsi (evaluasi
diri) atas berbagai amal yang telah dilakukan, agar kehidupan lebih baik dan
bermakna di hadapan Allah, membuat kita lebih mengkoreksi diri, betapa sering
kita melupakan Allah, yang menggenggam hidup dan mati kita, yang menggenggam
surga dan neraka, yang memberikan kemulian kepada siapa yang dikehendaki-Nya
dan yang akan menghinakan kepada hambanya yang kufur, yang tak mau bersyukur
terhadap apapun bentuk kenikmatan, dan yang tak mau bersabar terhadap apapun
bentuk ujian. Semoga kita tergolong hamba-hamba Nya yang senantiasa
bersyukur dan bersabar dalam segala keadaan, dan kiranya Allah senantiasa
memberikan kekuatan dan ketabahan bagi siapapun kita yang masih diuji dengan
segala bentuk penderitaan, semoga penderitaan diganti dengan kebahagiaan.
Ditulis pada Milad ke-45 (30 Juni 1977-30 Juni
2022)